Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Krisis Air Bersih Mulai Mengancam Kota-Kota di Indonesia?

Air merupakan sumber kehidupan yang paling vital. Namun, data terkini menunjukkan bahwa ketersediaan air bersih di Indonesia terus menurun. Berdasarkan laporan Kementerian PUPR tahun 2025, sekitar 48% wilayah perkotaan di Indonesia berada dalam kategori rawan air bersih. Sementara itu, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa lebih dari 25 juta rumah tangga belum memiliki akses terhadap air minum layak (sumber: https://dlhkablebak.org/).

Kondisi ini diperparah oleh dampak perubahan iklim global. Curah hujan ekstrem yang tidak menentu, kekeringan panjang, dan penurunan kualitas air permukaan menyebabkan pasokan air bersih menurun drastis. Kota-kota kecil seperti Salatiga, yang dulu dikenal memiliki banyak mata air alami, kini mulai menghadapi ancaman nyata terhadap ketersediaan air bersih.

Penyebab Utama Krisis Air Bersih di Perkotaan

Fenomena krisis air bersih di kota bukanlah peristiwa tunggal, melainkan hasil dari kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia. Berikut beberapa penyebab utama yang memperparah kondisi tersebut.

1. Polusi dan Pencemaran Sumber Air

Salah satu penyebab terbesar krisis air bersih di Indonesia adalah pencemaran. Limbah domestik, sampah plastik, dan limbah industri yang tidak diolah dengan benar telah mengubah banyak sungai menjadi tempat pembuangan akhir. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 75% sungai di Indonesia sudah tercemar ringan hingga berat. Kondisi ini membuat air sungai tidak lagi bisa digunakan sebagai sumber air baku.

Selain itu, pertumbuhan penduduk memperbesar volume limbah yang dibuang ke lingkungan. Di kota-kota padat seperti Jakarta dan Semarang, beban pencemaran meningkat seiring dengan pembangunan permukiman tanpa sistem sanitasi yang memadai.

2. Over-Eksploitasi Air Tanah

Pengambilan air tanah yang berlebihan menjadi ancaman serius. Pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan rumah tangga yang meningkat mendorong eksploitasi air tanah tanpa batas. Di beberapa kota, sumur bor digunakan secara masif oleh rumah tangga, hotel, dan industri. Akibatnya, permukaan air tanah terus menurun.

Fenomena ini sudah menimbulkan dampak nyata berupa amblesan tanah (land subsidence). Jakarta, misalnya, mengalami penurunan muka tanah hingga 10 cm per tahun, dan kondisi serupa mulai terpantau di Semarang serta Salatiga.

3. Deforestasi dan Berkurangnya Daerah Resapan Air

Kerusakan hutan berakibat langsung terhadap cadangan air tanah. Ketika pepohonan ditebang dan lahan dialihfungsikan untuk permukiman atau pertanian intensif, air hujan tidak lagi terserap ke tanah, melainkan mengalir ke sungai sebagai limpasan permukaan. Akibatnya, air cepat hilang saat musim hujan dan menyebabkan kekeringan saat kemarau.

Deforestasi di kawasan sekitar Gunung Merbabu dan Telomoyo turut memengaruhi debit mata air yang selama ini menjadi andalan PDAM Salatiga. Hal ini menunjukkan pentingnya perlindungan kawasan resapan air di daerah hulu.

4. Perubahan Iklim dan Ketidakpastian Musim

Perubahan iklim global memengaruhi pola cuaca dan distribusi hujan di Indonesia. Fenomena El Nino 2025 mengakibatkan penurunan debit air sungai dan memperpanjang periode kekeringan. Di sisi lain, hujan ekstrem di wilayah lain menyebabkan banjir dan rusaknya infrastruktur air bersih. Ketidakseimbangan ini membuat pengelolaan air menjadi semakin sulit.

Situasi tersebut membuktikan bahwa krisis air bukan hanya disebabkan oleh alam, tetapi juga oleh pola pembangunan yang tidak berkelanjutan.

Dampak Krisis Air Bersih terhadap Kehidupan Kota

krisis air bersih di kota Indonesia akibat polusi dan eksploitasi air tanah

Krisis air bersih memiliki dampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan. Dari sosial hingga ekonomi, dampaknya mulai dirasakan di berbagai lapisan masyarakat.

1. Dampak Sosial

Keterbatasan air bersih sering menimbulkan ketegangan sosial. Di beberapa daerah, warga harus antre berjam-jam untuk mendapatkan air dari truk tangki. Konflik juga muncul antara warga dan industri yang berebut sumber air. Ketimpangan akses ini menimbulkan ketidakadilan sosial yang semakin tajam di wilayah perkotaan.

2. Dampak Ekonomi

Air bersih merupakan fondasi kegiatan ekonomi. Ketika pasokan air terbatas, biaya produksi meningkat, terutama bagi sektor yang bergantung pada air seperti industri makanan, laundry, dan pertanian urban. UMKM di kota kecil seperti Salatiga pun terdampak, karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli air dari pemasok swasta.

3. Dampak Kesehatan

Air yang tercemar menjadi sumber berbagai penyakit. Kasus diare, tifus, dan hepatitis A meningkat di daerah dengan akses air bersih rendah. Dikutip dari laman https://dlhkablebak.org/, WHO mencatat bahwa 80% penyakit di negara berkembang disebabkan oleh air yang tidak layak konsumsi. Situasi ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat perkotaan.

4. Dampak Lingkungan

Eksploitasi air tanah berlebih menyebabkan penurunan muka tanah dan kerusakan ekosistem air. Sungai menjadi dangkal, aliran air berkurang, dan kualitas ekosistem menurun. Di sisi lain, kekeringan membuat vegetasi kota mati dan memperparah efek panas perkotaan (urban heat island).

Kota yang Mulai Merasakan Dampak Krisis Air

Banyak kota di Indonesia mulai menghadapi kenyataan pahit kekurangan air bersih. Jakarta, Bandung, Semarang, dan Salatiga kini masuk dalam daftar daerah dengan tekanan air tinggi. Di Semarang, penurunan air tanah mencapai titik kritis yang menyebabkan retaknya infrastruktur dan jalan.

Salatiga, meski dikenal sejuk, kini menghadapi persoalan air bersih di beberapa kelurahan. Debit mata air Pancuran dan Senjoyo terus menurun dalam lima tahun terakhir. PDAM setempat harus melakukan penggiliran suplai air untuk menjaga distribusi merata.

Upaya Pemerintah dan Masyarakat Mengatasi Krisis Air

Pemerintah pusat dan daerah mulai mengambil langkah strategis untuk mengatasi ancaman ini. Namun, efektivitasnya bergantung pada kolaborasi lintas sektor dan kesadaran publik.

1. Program Konservasi dan Pengolahan Air Limbah

Kementerian PUPR dan KLHK meluncurkan program konservasi air di berbagai daerah. Di antaranya adalah pembangunan embung, perbaikan jaringan irigasi, dan pengolahan air limbah menjadi air layak pakai. Kota seperti Surabaya menjadi contoh sukses dengan pengolahan air limbah domestik melalui IPAL skala kota.

2. Implementasi SPAM Berbasis Komunitas

Di daerah yang belum terjangkau PDAM, program SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) berbasis masyarakat terbukti efektif. Masyarakat membangun jaringan pipa sederhana dari mata air terdekat dan mengelolanya secara mandiri. Beberapa desa di sekitar Salatiga telah mempraktikkan model ini dengan hasil positif.

3. Peran Pemerintah Daerah dan Edukasi Publik

Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga sumber daya air. Edukasi publik melalui sekolah dan komunitas lingkungan menjadi langkah penting. Program sekolah Adiwiyata, misalnya, mengajarkan siswa untuk memahami siklus air dan pentingnya menjaga kebersihan sungai.

4. Inovasi Teknologi untuk Ketahanan Air

Teknologi memainkan peran penting dalam menghadapi krisis air. Inovasi seperti sumur resapan modern, sistem daur ulang air limbah, dan teknologi penampung air hujan mulai diterapkan di berbagai kota. Bogor dan Surabaya bahkan telah menetapkan peraturan wajib sumur resapan bagi bangunan baru sebagai bagian dari mitigasi krisis air.

Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa dengan dukungan kebijakan dan inovasi, kota dapat memperkuat ketahanan airnya.

Langkah yang Bisa Dilakukan Masyarakat Kota

Setiap individu memiliki peran penting dalam menjaga ketersediaan air bersih. Berikut langkah konkret yang bisa diterapkan:

  1. Gunakan air seperlunya dan hindari pemborosan.

  2. Perbaiki segera kebocoran pipa atau kran di rumah.

  3. Gunakan air bekas cucian untuk menyiram tanaman atau membersihkan halaman.

  4. Pasang sistem penampung air hujan sebagai cadangan air domestik.

  5. Jaga kebersihan lingkungan dan hindari membuang limbah ke saluran air.

  6. Ikut serta dalam gerakan konservasi air di lingkungan sekitar.

Dengan tindakan sederhana namun konsisten, masyarakat dapat berkontribusi besar dalam menjaga sumber daya air kota.

Kesimpulan

Krisis air bersih di Indonesia merupakan masalah serius yang harus segera ditangani. Kombinasi antara pencemaran, eksploitasi air tanah, deforestasi, dan perubahan iklim memperburuk situasi dari tahun ke tahun. Kota seperti Salatiga perlu memperkuat sistem pengelolaan air yang berkelanjutan melalui kebijakan, teknologi, dan partisipasi publik.

Air adalah sumber kehidupan yang tidak tergantikan. Tanpa pengelolaan yang bijak, ancaman krisis air akan terus menghantui kota-kota Indonesia. Kesadaran kolektif, inovasi teknologi, dan tata kelola yang transparan menjadi fondasi utama menjaga keberlanjutan sumber daya air untuk generasi mendatang.